Minggu, 18 Mei 2008

KIAT - KIAT MENEKAN TINGKAT NON PERFORMING FINANCING (NPF) DI BANK SYARIAH

Dalam menjalankan bisnis perbankan yang penuh dengan resiko Bank Syariah juga tidak terlepas dari resiko pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) sehingga Bank Syariah perlu mengatur strategi agar tingkat NPF di Bank Syariah tidak dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss. Berikut ini penulis berusaha menyumbangkan sedikit pemikiran yang mungkin bisa berguna bagi penulis sendiri sebagai salah satu seorang praktisi perbankan syariah dan juga para pembaca setia blog http://Alihozi77.blogspot.com, yang mana pemikiran penulis ini diambil dari pengamatan penulis selama di lapangan dan juga diambil dari buku – buku atau artikel - artikel yang membahas tentang kredit macet di perbankan nasional.

1.Mencegah Korupsi di Bank Syariah

Faktor mental dan praktek – praktek yang korup saya kemukakan sebagai factor utama dari salah satu yang bisa menyebabkan kredit macet di perbankan nasional termasuk pembiayaan bermasalah di Bank Syariah, mengapa bisa demikian ? karena factor ini bisa meniadakan jalan fikiran sehat dan meniadakan segala keahlian yang semestinya harus dijalankan dalam suatu proses penyaluran pembiayaan di Bank Syariah. Sekedar sebagai gambaran mengapa korupsi akan dapat meniadakan segala fikiran sehat dan keahlian, saya akan memberikan contoh korupsi yang bisa terjadi di Bank Syariah. Misalnya apabila seorang Account Officer(Marketing) dan Bagian Taksasi (Penilai Jaminan) di Bank Syariah dapat disuap oleh nasabah agar bisa dilakukan pencairan dana pembiayaan, padahal jaminan atau collateral tidak cukup mengcover jumlah pembiayaan yang diminta nasabah tsb. Nilai pasar jaminan tsb padahal harga pasarnya hanya Rp.500.000.000,- karena disuap oleh nasabah maka jaminan tsb dinilai menjadi Rp.800.000.000,- sehingga nasabah tsb mestinya hanya mendapatkan pembiayaan 70%x Rp.500.000.000,-= Rp.350.000.000,- akhirnya bisa mendapatkan pembiayaan sebesar 70% x Rp 800.000.000,- = Rp.560.000.000,-.

Pada saat pembiayaan itu baru berjalan 3 bulan ternyata pembiayaan tsb bermasalah, maka Bank Syariah akan mengalami kerugian sebesar Rp.560.000.000-Rp.500.000.000,- = Rp.60.000.000,- belum lagi kerugian tsb ditambah margin keuntungan yang hilang, biaya– biaya mengeksekusi jaminan dan biaya penjualan jaminan nasabah tsb yang nilainya tidak sedikit.

Contoh tsb hanya salah satu cara pembuktian bahwa korupsi bisa terjadi di Bank Syariah yang bisa meniadakan segala fikiran sehat dan keahlian Bankir Bank Syariah, apalagi Bankir tsb tidak memiliki keimanan yang kuat dan tidak adanya pengawasan yang ketat dari pihak Manajemen Bank Syariah sendiri. Masih banyak contoh lain yang bisa membuktikan bahwa korupsi bisa saja terjadi di Bank Syariah, karena keterbatasan tempat dan waktu saya hanya mengambil contoh salah satunya saja.

Oleh karena itu, pada Bank Syariah tempat saya bekerja, manajemen kami selalu memberikan pendidikan atau training pendalaman ajaran agama Islam khususnya peningkatan keimanan karyawan. Manajemen kami juga sangat ketat dalam mengawasi para karyawan dalam proses penyaluran pembiayaan kepada para nasabah agar tidak terjadi praktek – praktek pemberian sejumlah uang (korupsi) dalam proses penyaluran pembiayaan tsb yaitu dengan membentuk Internal Audit Group (IAG) yang mana IAG langsung bertanggung jawab ke Direktur Utama , apabila ketahuan salah satu karyawan menerima sejumlah uang maka karyawan tsb langsung dikeluarkan bekerja dari Bank Syariah oleh Manajemen kami. Cara ini saya perhatikan sangat efektif, sampai saat ini saya mengamati praktek di lapangan teman– teman saya bukan hanya di bagian marketing, hampir seluruh bagian tidak berani menerima sejumlah uang dari nasabah. Tentu saja manajemen Bank Syariah tempat saya bekerja tidak hanya melakukan pengawasan yang ketat, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan para karyawannya, seperti pemberian bonus tiap tahun dan perubahan skala gaji beberapa tahun sekali, karena mustahil mencegah korupsi di Bank Syariah kalau kesejahteraan karyawannya tidak diperhatikan.

2. Meningkatkan mutu para Bankir Syariah.

Untuk menekan tingkat NPF di Bank Syariah, peningkatan mutu para bankir dengan seluruh aparaturnya tidak dapat diabaikan, Peningkatan mutu ini berkisar pada peningkatan kemampuan mengikuti jalannya perusahaan yang memperoleh pembiayaan dengan cermat dan tepat waktunya sehingga gejala – gejala kerusakan perusahaan sejak pagi – pagi sudah dapat diketahui. Biasanya tekhniknya tidak sukar. Yang sulit adalah mendisiplin diri.(1) Tekhniknya antara lain sebagai berikut :

  1. Untuk tidak bosan–bosannya mengingatkan atau menagih nasabah baik perusahaan maupun nasabah individual untuk melakukan pembayaran angsuran pembiayaan sebelum jatuh tempo pembayaran angsuran.
  2. Mengharuskan perusahaan melakukan pembukuan dan pencatatan – pencatatan lain secara tertib dan teratur.
  3. Memberikan Laporan keuangan kepada bank dalam frekuensi dan dalam bentuk – bentuk tertentu, yang memungkinkan bank bisa menganalisis prestasi dan keadaan keuangan.
  4. Bankir meneliti, menganalisa dan mengecek secara teratur dengan kenyataan perusahaan.

Teman – teman saya di bagian marketing Bank Syariah yang melakukan point – point di atas khususnya point satu tingkat pembiayaan bermasalahnya (NPF) sangat minimal.

3. Jaminan (Collateral) yang Marketable

Untuk menekan tingkat NPF di Bank Syariah diperlukan adanya Jaminan yang marketable, karena Jaminan merupakan garansi yang mengikat baik secara moral maupun materil dari nasabah. Menurut pengamatan penulis di lapangan, untuk menguji nasabah itu komitment atau tidak untuk melunasi seluruh kewajiban – kewajibannya bisa juga dilihat dari jaminan yang diberikan nasabah, apabila nasabah itu memberikan jaminan itu tidak marketable (tidak memiliki nilai jual/asal-asalan) atau jaminan itu hasil dari meminjam dari orang lain yang tidak terkait dengan perusahaannya, maka kecenderungannya nasabah itu tidak komitmen untuk melunasi kewajibannya. Oleh karena itu terhadap jaminan perlu dilakukan investigasi yang teliti dan akurat menyangkut hal – hal sebagai berikut :

1. Nilai Taksasi dan Likuidasi
2. Kondisi dan Letak Jaminan
3. Kepemilikan, dalam hal kepemilikan harus diketahui secara jelas siapa pemiliknya , apakah milik nasabah atau milik orang lain yang mana nasabah hanya meminjamnya saja. Dan yang terpenting lagi status jaminan tsb tidak dalam sengketa dan potensial bermasalah.

sumber :

1.Kwik Kian Gie : “Kredit Macet : Dilema Masa Kini”

2.Siswanto Sutojo :”Menangani Kredit Bermasalah”

1 Komentar:

Pada 12 September 2008 pukul 21.01 , Blogger alihozi77 mengatakan...

sumber tulisan ini dari http://alihozi77.blogspot.com

tolong ditulis ya mas sumbernya dari mana artikel2 yang dimuat di blog ini

Terimakasih

Alihozi

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda